Gowes Sumpah Pemuda 27102012

Kerawang | Jawa Barat | Indonesia

Sanur Sunrise

Sanur | Bali | Indonesia

Jump Higher Dude!

Pantai Losari Makassar

Benteng Rotterdam Makassar

Makassar | Sulawesi Selatan | Indonesia

Konservasi Penyu

Pulau Penyu | Tanjung Benoa | Bali | Indonesia


Friday, November 25, 2011

Balada Sapu Lidi dan Pantura

Pernahkah anda melakukan perjalanan dari Jakarta ke Cirebon melalui Jalur Pantura?Jika jawaban anda adalah IYA, pernahkah anda memperhatikan di daerah Karanganyar-Subang ada sesuatu yang unik? Jika anda jeli atau lebih tepatnya usil anda akan melihat pemandangan unik jalan raya wilayah Karanganyar-Subang. Anda akan melihat penduduk baik tua maupun muda, baik pria maupun wanita berdiri di sebelah kanan dan kiri jembatan. Uniknya mereka memegang "sapu tukang sihir". Jumlah mereka sangat banyak, mungkin ada belasan orang yang rata-rata masih sehat dan kuat. Pemandangan uniknya tidak sampai di situ, para pengemudi terutama truk dan bus melemparkan uang koin ke jalanan secepat kilat uang tersebut "disapu" dengan gadget canggih mereka yaitu sapu. Mereka seakan-akan telah memiliki SOP (Standard Operating Procedure) yang baik. Betul mereka adalah Pengemis atau ada yang memperhalus bahasanya menjadi "Pengumpul Sumbangan".

Dengan usia mereka yang kebanyakan masih muda, produktif, dan sehat adalah hal yang menyedihkan jika mereka terjun ke bisnis "kasihan". Bahkan pengemis di Ibukota (Jakarta) menurut beberapa pemberitaan media masa disupply dari daerah Pantura tersebut. Pengemis sering kali dianggap sebagai suatu penyakit masyarakat. Banyak orang yang juga tidak setuju karena mungkin jiwa sosial mereka cukup tinggi, tapi predikat ini rasanya tidak berlebihan. Para "pemilik jiwa sosial tinggi" biasanya beralibi mereka itu kaum yang tidak beruntung dan layak dikasihani. Tapi kaum "jiwa sosial tinggi" ini lupa bahwa selalu ada alasan untuk segala sesuatu. Masih banyak orang yang masuk kategori tidak beruntung dalam bidang ekonomi namun MAU untuk bekerja. BENAR sebutan penyakit itu ada pada MENTAL mereka. Seorang pengemis akan selalu menjadi pengemis bukan karena kebutuhan hidup tapi karena cara ini adalah cara termudah untuk dikerjakan. Adilkah jika seorang pemalas mendapatkan hasil lebih banyak daripada orang yang bekerja keras?

Saya tidak pernah merendahkan pengemis lebih-lebih jika mereka memiliki keterbatasan fisik. Tapi ada baiknya profesi pengemis adalah pilihan dan jalan terakhir. WHAT SHOULD WE DO?Jika mengemis adalah suatu penyakit sosial bahkan mental, jawaban singkat dari pertanyaan tersebut di atas adalah menyembuhkannya. BUT HOW? Sebuah kayu terbentuk tergantung siapa yang membentuknya dan sebuah pohon terbentuk karena lingkungan di sekitarnya. Semua orang mungkin setuju sikap dan mental dibentuk dari sebuah DIDIKAN. Keluarga adalah Sekolah Dasar setiap anak, dan mereka tumbuh dan berkembang di dalamnya. Ajarkan anak kita sikap yang positif misalnya kemandirian, bekerja keras, buka peminta-minta, bukan perengek, dan sebagainya. Orang tua harus sanggup menginspirasi anak untuk bersikap positif dalam tumbuh kembangnya bahkan dalam hal-hal kecil. WHAT NEXT?Pendidikan kedua adalah pendidikan formal. Idealnya pendidikan di Indonesia sudah merata di seluruh wilayah Negara ini. Jika hal tersebut sudah ideal kita akan bicara tentang kualitasnya. Pendidikan yang berkualitas seharusnya bersifat holistik atau menyeluruh. Pelajar yang berkualitas adalah pelajar yang memiliki kualifikasi akademik dan non akademik termasuk mental yang baik. Jangan ajarkan pelajar kita untuk menjadi generasi instan. Para pendidik adalah orang tua kedua mereka yang seharusnya menginspirasi mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik kelak.

Penulis tidak membenci Pengemis, namun membenci Mental Pengemis. Penulis juga tidak berniat menghakimi orang yang mengemis bahwa mereka adalah kaum hina. Tapi jika pengemis ini di kemudian hari memiliki pekerjaan yang tentunya bukan pengemis dan memiliki ekonomi yang lebih baik apakah Kita tidak merasa BAHAGIA?Menyedihkan memang kondisi negara ini, meskipun di negara maju juga ada pengemis, namun hal ini bukan menjadi pembenaran untuk memupuk jiwa pengemis. Pernahkah Anda membaca kisah Amai Nila dan Buyung sang penjual sapu lidi di Sumatera Barat?Coba bacalah dan anda akan lebih perpihak kepada saya.

sebab ada tertulis:
"jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan".
Quote from Bible 

Monday, October 10, 2011

Pegowes Hirup Polusi 2 Kali Lebih Banyak dari Pejalan Kaki

London, Bersepeda alias gowes sama sehatnya dengan aktivitas fisik lainnya, termasuk jalan kaki. Namun jika dilakukan di tengah kota, bersepeda kurang sehat karena polusi yang dihisap oleh pegowes 2 kali lebih banyak dibanding pejalan kaki.

Sebuah riset kecil untuk membuktikan hal itu dilakukan seorang ilmuwan dari Barts and London School of Medicine, Dr Chin Nwokoro. Ia mengamati sampel dahak dari 10 orang, terdiri dari 5 pejalan kaki dan 5 pengendara sepeda yang ditemuinya di London.

Hasil pemeriksaan di laboratorium menunjukkan, dahak yang diambil dari pengendara sepeda mengandung unsur karbon 2,3 kali lebih banyak dibandingkan pada pejalan kaki. Unsur karbon menunjukkan adanya cemaran karbon monoksida (CO) dari asap kendaraan bermotor.

"Olahraga bagus untuk kesehatan, tetapi olahraga di tempat yang tidak ada polusinya tentu akan jauh lebih bagus," ungkap Dr Nwokoro yang akan mempresentasikan temuan itu dalam kongres European Respiratory Society di Amsterdam pekan depan, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (9/10/2011).

Dr Nwokoro memang belum menyimpulkan apa yang menyebabkan pegowes bisa menghirup polusi lebih banyak dibandingkan pejalan kaki. Namun secara teori, ia mengatakan bahwa seseorang cenderung bernapas lebih dalam dan lebih sering saat bersepeda dibandingkan saat berjalan kaki.

Karbon monoksida merupakan sisa pembakaran tidak sempurna dari berbagai jenis bahan bakar fosil, yakni minyak bumi dan batubara. Dalam kadar tertentu, gas ini akan menyabotase fungsi hemoglobin atau zat merah darah sehingga tidak bisa mendistribusikan oksigen.

Gejala keracunan gas ini antara lain sesak napas serta ritme jantung yang tidak teratur. Dalam kadar kecil memang tidak menimbulkan gejala, namun jika terakumulasi maka dampaknya bisa sangat buruk karena meningkatkan risiko stroke dan serangan jantung.

Sumber: DetikHealth

My First Folding Bike

Awal tahun 2011 saya berniat untuk membeli sepeda. Banyak pilihan di benak saya baik dari MTB, Roadbike, Fixed Gear, BMX, Sepeda Roda 4, Jengki, Sepeda onta, Sepeda Lipat, Downhill, dll. Tapi saya cukup tahu diri dengan dana yang terbatas mengingat "tight money policy" yang tahun ini kami terapkan. Dengan Budget di bawah 3 Juta tentunya akan sulit untuk memenuhi semua keinginan , lain halnya jika dana saya tidak terbatas. Tidaklah bijak mengharapkan MTB Full Suspension dengan dana seperti itu. Tidaklah make sense mengharapkan memiliki Roadbike super ringan dengan groupset mumpuni.Sebenarnya saya bisa saja latah dengan membeli atau merakit sepeda fixed gear yang sering disebut Fixie, namun saya merasa sayang untuk membangun sepeda fixie dengan dana cukup tersebut, sayang tidak bisa Shifting girnya. Akhirnya karena bujuk rayu teman saya yang juga salah satu seller sepeda akhirnya pilihan jatuh pada Folding Bike aka Sepeda Lipat aka Seli. Dengan harga dua koma-an saya mendapatkan Seli dengan frame full Alloy. Tertulis di Stickernya Seli ini adalah made in china. Dengan ukuran ban 20" dan 7 Speed sebenarnya sepeda ini cukup lumayan untuk berkeliling kompleks. Sepeda ini di desain oleh orang Amerika yang pernah tinggal di Indonesia dan menikah dengan orang Indonesia. Lucunya lagi orang ini pernah tinggal 1 kompleks dengan saya.

Namun hanya selang beberapa bulan tangan saya sangat gatal untuk meng-oprek Jeng Nova (Demikianlah saya memberi julukan Seli Putih saya). Awal dari ketidakpuasan saya atas performa sepeda ini adalah saat saya menggunakan Jeng Nova untuk naik ke jalur sepeda KM 0 Sentul. Track KM 0 ini adalah jalur perbukitan yang memiliki trend menanjak sepanjang 12 KM. Alhasil dengan stamina yang pas-pasan saya berjibaku menggunakan Seli Standar mengarungi tanjakan ini. Sepeda yang biasa naik ke jalur ini biasanya MTB atau Roadbike. Hanya orang-orang "kurang waras" yang melakukan perjalanan di jalur ini dengan sepeda lipat karena ukuran ban yang membuat sepeda lipat lebih berat dibandingkan sepeda yang memiliki ban dengan diameter lebih besar.

Atas dasar pengalaman tersebut akhirnya saya upgrade Seli saya. Dengan modal 1 Juta Lebih akhirnya saya membeli part Sepeda dengan cara mencicil satu per satu, baik baru maupun bekas. Dari sadel, hand grip, Shifter, Brake Laver, Freehub & Hub, Velg/Rims, Ban, Crack, Pedal, Rantai, Sprocket, bel, dan lampu. Sampai akhirnya jadilah sepeda seperti sekarang. Seli yang sekarang memang tidak bisa dibilang mumpuni tapi cukuplah untuk melibas tanjakan yang halus. Sekarang jeng Nova sudah memiliki spek 2x8 Speed. Banyak yang menyayangkan kenapa hanya 2x8 Speed bukan 3x9 Speed?Jawaban saya cukup simpel, jeng Nova sudah mewakili kebutuhan saya saat ini. Saya justru sangat iri melihat sepeda single speed semacam sepeda kumbang, jengki, atau sepeda tua lainnya melibas tanjakan di pedesaan jawa Tengah. Kekuatan mereka bukan pada seberapa bagus sepedanya tapi semangat dan fisik yang primalah yang menentukan. Hasilnya adalah Jeng Nova sanggup menggapai Gunung Pantjar dengan mulus dan sering saya gunakan sebagai alat transportasi ke kantor (terutama kalau sedang bokek).


p.s Next saya akan cerita trip ke Gunung Pantjar dan History bagaimana saya suka sepeda


Wednesday, October 5, 2011

Telepon Basa Basi

Telepon Kantor berdering jam 07.25 WIB
Gue     : Halooooo
Temen : Pagi mas brooooo
Gue     : Woiii tumben pagi banget nelpon
Temen : Yoa mas bro, eh lo lagi dimana?
Gue     : Lah lo Nelp ini kemana?
Temen : Ke Kantor lo........
Gue     : So.....?
Temen : O iyaaaaa......Eh ah ehhh sarapan bareng yuk
Gue     : Makasih om gw ada kerjaan (lagian sarapan yang ngajakin cow, gw jadi eneg)
Bletakkkk telp ditutup

*Moral Story: Kalau nelp gak usah ngelamun, Fokus, Pikirkan dulu apa yang mau diomongin, Basa basi kadang enak didengar (apalagi kl lawan bicara betina cakep) tapi kadang memuakkan (apalagi lawan bicara cow serem lebih-lebih kaum bimbang--->You know what I mean kannnn)