Sunday, November 18, 2012

Gowes Soempah Pemoeda bersama ID-DT 27102012





Diilhami oleh semangat persatuan yang dikumandangkan para pemuda dari Jong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Bataks Bon, Jong Islamieten Bon, Jong Celebes, yong Ambon dan Pemoeda Kaoem Betawi 84 tahun silam, komunitas sepeda ID-DT berencana akan melakukan kegiatan gowes bertema perjuangan sumpah pemuda dengan rute Tugu Proklamasi Menteng menuju Tugu Kebulatan Tekad Pemuda di Rengasdengklok. Pagi itu, sabtu 27 oktober 2012 tidak seperti biasanya pukul 06.00 di Lapangan Tugu Proklamasi Menteng berkumpul beberapa orang mengenakan kaos orange sambil membawa sepeda lipat. Yah, memang hari tersebut adalah hari yang telah direncanakan, kawan-kawan dari IDDT akan memulai gowes dari Jakarta ke Rengasdengklok. Sementara sang EO om Widy dengan segala macam atribut yang disiapkan sebelumnya untuk dibagikan kepada peserta. Om Rully dengan sigapnya membagi bagikan bendera/tag untuk dipasang di sepeda masing-masing, sedangkan om Apank mencatat dan membagikan buff yang memang sudah dipersiapkan.



Sambil menunggu persiapan sebagian yang lain sibuk mempersiapkan sepedanya dan ada yang sarapan untuk sekedar mengisi perut sebelum melakukan gowes yang cukup panjang, target kami hari ini adalah +- 100km. Sungguh pagi itu nuansa kekerabatan sangat terasa sekali, bahkan sampai yang gak bisaberangkatpun disempatkan untuk hadir di tikum (tempat berkumpul) sekedar melepas rombongan. Setelah semuanya siap sesi foto pun dimulai, semua peserta berbaris rapi di depan Tugu Proklamasi Menteng dan berhitung dimulai, ada +-28 orang yang terkumpul untuk melakukan kegiatan gowes hari ini termasuk tim pengantar dan pelepas bendera start.


Perjalanan dimulai sekitar pukul 07.30 WIB dimulai dari menyusuri Jl.Dr Cipto, salemba, Jl. Pramuka, Jl. Pemuda. Sebelum masuk ke masuk ke kawasan industri Pulogadung rombongan sempat regroup sebentar untuk sekedar membeli minum dan mengambil uang di ATM di SPBU. Setelah terkumpul lengkap rombongan mengarah menuju cakung dan masuk di perumahan ujung menteng menuju Banjir Kanal Timur (BKT). Dari sini perjalanan sudah mulai mengasyikan karena kita menyusuri sepanjang BKT. Kebetulan cuaca hari tersebut sangat mendukung, mendung menggelayut namun tidak ada tanda-tanda akan turun hujan, sehingga cuaca tidak begitu terik seperti yang kami kuatirkan sebelumnya.Sampai di akhir BKT kita bertemu jalan Marunda-Cilincing, disini gowes mesti mesti hati-hati karena jalanan dipenuhi oleh kontainer dan truk besar sedangkan samping kanan dan kiri jalan terdapat pasar tumpah, sampai akhirnya kita masuk ke jalan raya Taruma Jaya yang tidak seramai tadi. Rombongan mengarah ke arah Babelan, menuju muara bakti, di sana kita akan menemui kilang minyak Pertamina EP dengan Flare yang tampak menyala dari kejauhan. 



Di daerah Muarabakti rombongan harus meyeberang sungai menggunakan Eretan (dalam bahasa setempat berarti Rakit). Saya sendiri cukup heran dengan pemandangan ini. Menurut saya pemandangan di depan saya merupakan keajaiban di abad 20, karena sebenarnya daerah ini tidak begitu jauh dengan Jakarta namun sarana dan prasarana jembatan belum ada, sehingga untuk menyeberang sungai kita mesti naik semacam rakit. Suasana cukup meriah mengingat baru kali ini sepeda kami diangkut menggunakan rakit menyeberang sungai secara berombongan. Hamparan sawah yang sudah selesai dipanen membentang indah dihadapan kami, dan bakat narsis temen teman langsung muncul, kita puas berfoto ria di sini dengan menenteng sepeda masuk kedalam sawah yang telah dipanen. Rombongan mulai terpecah menjadi 3 bagian besar. Road Captain pakdhe Eka dan kawan kawan yang sering kita sebut Id-kolot berada jauh di depan, saya bersama marshal om BAF ada di posisi tengah, sedangkan rombongan belakang dikawal sang sweeper om EBW jauh dibelakang.Beruntung kita dibekali alat komunikasi HT sehingga koordinasi antara depan, tengah dan belakang dapat berjalan dengan baik. 


Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang dan kamipun sangat kelaparan. Bayangkan saya hanya bermodalkan roti tawar 3 lembar untuk memulai gowes gila ini. Kamipun singgah ke warung seadanya, namun akhirnya kami pilih warung yang cukup representatif dari segi banyaknya bangku dan banyaknya nasi dan lauk yang tersedia. Dan tampaknya sang empunya warung dadakan ini tidak siap didatangi gerombolan pesepeda yang tampaknya sangat kelaparan, terbukti akhirnya teman-teman yang berada di rombongan belakang tidak kebagian nasi. Untung saja di seberang warung tersebut ada juga warung makan yang buka, walau dengan menu yang berbeda. Menu kali ini adalah sop daging ditemani semur jengkol dan tahu tempe. Namun saran saya jika gowews jarak jauh hindari menu terkutuk bernama jengkol ini, bukan masalah baunya namun "saluran air" bakalan tersumbat (bagi pesepeda ini sangat menyakitkan).


Ketika kami menemukan masjid rombongan berhenti dulu untuk istirahat dan menunaikan sholat dhuhur bagi yang beragama muslim. Setelah dirasa cukup beristirahat kita kembali melanjutkan perjalanan. Tibalah kami pada pertigaan jika kita ke kiri akan mengarah ke Pantai Pakis, belok kanan mengarah ke Rengasdengklok. Rekan-rekan ID-DT memutuskan untuk belok kiri mampir dahulu di situs Candi Jiwa. Candi Jiwa sendiri masih dalam tahap penggalian, belum semua bangunan candi terestorasi dengan baik. hanya ada 2 bangunan candi yang saya lihat disana dengan bentuk yang menurut saya kurang sempurna. Candi ini disinyalir merupakan candi budha peninggalan kerajaan Tarumanegara.

Setelah puas berfoto bersama di situs candi jiwa kami melanjutkan perjalanan ke Rengasdengklok. Beberapa kali rombongan menunggu beberapa rekan-rekan yang mengalami masalah ban bocor. Waktu menunggu yang cukup lama ini kami pergunakan untuk sekedar beristirahat dan membeli minuman di warung sepanjang jalan.  Setelah tercatat dua kali rombongan beristirahat sambil merapikan barisan, pukul 4 sore rombongan tiba di Rengasdengklok. Sebelum ke tugu kebulatan tekad, kami sempatkan diri untuk mampir ke Sorabi Hijau khas Rengasdengklok. Sorabi hijau ini konon sudah melegenda di dunia perkulineran (secara belinya harus menggunakan effort yang tidak sedikit). setelah puas membeli Sorabi, kami langsung menuju Tugu Kebulatan tekad Rengasdengklok karena waktu sulit berkompromi atau berhenti barang sejenak. Tibalah kami pada situs sejarah yang menjadi saksi "penculikan" Proklamator oleh para pemuda. Konon Bung Karno dibonceng sepeda dari Jakarta menuju tempat ini. Sayang sekali rumah yang menjadi saksi sejarah tempat berkumpulnya para pemuda sudah tidak ada karena terkena abrasi sungai. Sebagai gantinya rumah tersebut didirikan di tempat lain yang tidak jauh dari tugu kebulatan tekad. Setelah melakukan ritual wajib dalam bersepeda (berfoto narsis maksudnya), kamipun segera mengejar kereta menuju Jakarta.

Sampai disini semua rencana gowes yang sudah disusun nampaknya berjalan mulus sesuai rencana sampai akhirnya kita berniat pulang menggunakan kereta, dan menanyakan ke penduduk setempat arah stasiun terdekat. Dan sungguh jawabannya sangat mencengangkan kami semua…”Stasiun terdekat masih 20km lagi”…..dhuuenngggg… .saat itu sudah menunjukan hampir pukul lima sore dan kereta terakhir ke Jakarta adalahpukul 18.15. Akhirnya setelah semua rombongan menyeberangi sungai Citarum (lagi) menggunakan rakit untuk menuju kearah stasiun (Gilanya mobil evakuasi harus digendong rakit eretan ketika menyeberang sungai). Yang ada dalam bayangan kami adalah kereta berangkat pukul 18.15, jadilah jalan Raya Pebayuran dengan kondisi aspal keriting di sepanjang aliran sungai Citarum menjadi ajang balapan kami. Yang bikin kami Galau adalah ketika setiap berhenti dan bertanya ke penduduk selalu dijawab “stasiun masih jauh”. Gowes kali ini memang "cungguh" bertemakan kebulatan tekad, yaitu tekad jangan sampai tertinggal kereta. Saat tersebut menurut saya adalah saat kritis karena kami gowes dengan tenaga dan mental yang tersisa. Semua rombongan lengkap kumpul di stasiun sekitar pukul 18.10 atau lima menit sebelum kereta berangkat. Gowes heroik ini telah usai, cyclometer menunjukan angka 130 km, kalau mengingat perjalanan terakhir yang sangat heroik demi mengejar kereta lega rasanya saya sudah berdiri manis di kereta Odong-odong dengan sepeda terlipat rapi dalam keret. Sementara itu di gerbong kereta ini terlihat tumpukan karung berisi hasil bumi dari karawang dan beberapa barang dagangan dari Cikampek. Gowes dengan temen-teman IDDT selalu menyisakan kenangan yang membahagiakan. Kebersamaan dengan candaan yang menghapuskan segala keletihan fisik maupun mental ditambah lagi belajar semangat saling menolong diantara rombongan. Beberapa perbedaan latar belakang dari kami (bahkan usia) justru menciptakan suatu keindahan dan harmonisasi ketika disatukan dalam persahabatan dengan tagline ID-DT. Bayangan saya melayang pada 84 tahun yang lalu dimana dengan perbedaan suku dan adat istiadat para pemuda berikrarmenyatukan langkah. Lirih sayup sayup terdengar ditelinga saya suaraJong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Bataks Bon, Jong IslamietenBond, Jong Celebes, yong Ambon dan Pemoeda Kaoem Betawi berucap :

"KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANGSATOE, 
TANAH AIR INDONESIA
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE,
BANGSA INDONESIA
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN,
BAHASA INDONESIA"



Click the picture to magnify it




   


Tim gowes sumpah pemuda Rengasdengklok : Eka, Bagiyo, Mubarik, Sonny,Alex, TTB, Agung, Widy, Adam, BAF , Boy, Ardinughi, Dendy, EBW,Aphank, Lucky, Abi, Yudha, Rully, Muenk, Ari, Danz Brito.
Dua orang sampai BKT: Andrex dan Marcos

Kontribusi: Ardi Nugie
Sumber : Milis id-dt
Foto : Danz brito

0 comments:

Post a Comment