Gowes Sumpah Pemuda 27102012

Kerawang | Jawa Barat | Indonesia

Sanur Sunrise

Sanur | Bali | Indonesia

Jump Higher Dude!

Pantai Losari Makassar

Benteng Rotterdam Makassar

Makassar | Sulawesi Selatan | Indonesia

Konservasi Penyu

Pulau Penyu | Tanjung Benoa | Bali | Indonesia


Tuesday, January 24, 2012

Silly Money Policy

Angin perubahan mulai bertiup di perekonomian dunia. USA dan Uni Eropa sedang meratap. Akibat kasus Subprime Mortgage dan besarnya pembelanjaan anggaran, USA mulai memanen hasilnya. Ekomoni kolaps bahkan pagu  utang negara naik menjadi $ 14,3 triliun. Hobi berperang menambah runyam potret anggaran USA, selain tata kelola keuangan yang menyedihkan (berkaca pada pengelolaan subprime mortgage). Uni Eropa tidak juga lebih baik dari USA. Diawali oleh kegagalan Yunani mengelola anggaran negara dengan baik. Bagaimana tidak mengejutkan, di tahun 2007 indikator ekonomi makro Yunani tumbuh positif karena sektor pariwisata Yunani (bahkan lebih tinggi dari beberapa negara Eropa lainnya). Indikator inilah yang membuat para Investor dan Kreditur mengambil keputusan berdasarkan missleading information. Siapa sangka pada akhir 2009 hutang Yunani menembus 120% dari Produk Domestik Bruto (meskipun para analis meyakini angka tersebut sebenarnya lebih besar) dan terancam mengalami gagal bayar. Pertengahan 2010 Yunani mendapatkan suntikan dana dari IMF senilai €110 miliar dengan beberapa perjanjian yang mengikat untuk melakukan reformasi. Pada saat itu kemudian terkuak fakta bahwa defisit anggaran Yunani sudah mencapai 12,7 % dari Produk Domestik Bruto (PDB), sementara menurut Kopen Hagen Criteria negara anggota Uni Eropa tidak boleh defisit anggaran melampaui 3% dari PDB. Bahkan saking parahnya Yunani nyaris tidak bisa menggaji pegawainya. 

Goncangan Eropa tidak hanya sampai di Yunani, Irlandia dan Portugal menyusul pada saat yang hampir bersamaan.Tahun 2011 Spanyol, UK, dan Jerman menyusul memasuki zona kuning. Di belahan dunia lainnya Cina dan Jepang adalah pemegang devisa terbesar di dunia, bahkan dalam informasi yang dirilis oleh Department of Treasury atau Department Keuangan AS, utang Amerika terhadap China sudah mencapai  $1.5 Triliun. Semua negara yang terpukul krisis berjuang melawan defisit anggaran. USA dan Uni Eropa sedang “lucu-lucunya” melakukan tight money policy

Bagaimana dengan Indonesia?Memang kondisi Indonesia masih lebih baik dari USA dan Eropa. Bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang masih positif, namun juga rasio hutang terhadap PDB masih dibawah 25%. Semoga hal ini tidak hanya angka di atas kertas dan bukan merupakan missleading information. Bahkan di tahun 2011 Indonesia mendapatkan label investment grade dari dua lembaga pemeringkat utang yakni Fitch dan Moody's.

Jika kita berbicara tentang Income Statement kita akan berbicara tentang Revenue dan Expense, Gain dan Loss. Jika kita membicarakan Anggaran kita akan bicara tentang Pendapatan dan Belanja. Adalah hal biasa jika sebuah perusahaan komersial memaksimalkan profit yang akan mereka dapat dengan 2 cara. Pertama adalah menaikan revenue, yg kedua adalah mengurangi expense. Mudah secara matematis bukan?
 Hal ini akan menjadi sulit manakala kita bicara tentang Anggaran Negara. Sangatlah mudah secara teori untuk mengatur ingin anggaran seperti apakah kita melihat tujuan yang ingin kita pakai. Benar bahwa tidak selamanya anggaran defisit itu adalah buruk (hal yang sangat berbeda dengan perusahaan komersial tentunya). Namun di saat situasi tertentu dimana kita menghindari anggaran defisit sudah selayaknya kita mengurangi bahkan atau bahkan mencapai surplus. Masalah utama jika management anggaran adalah Pendapatan dan Belanja, That’s All. Jika sekarang kita ingin anggaran kita surplus secara matematis kita akan menggenjot Pendapatan negara dan menekan Belanja negara. Sering kali sebagai masyarakat yang cukup konsumtif kita lupa bahwa ada komponen yang bisa kita manage selain Pendapatan. Di saat pendapatan negara ini sudah "mentok", kita seharusnya concern pada management pengeluaran.

Belanja negara adalah hal yang penting jika dilakukan tepat sasaran dan bertujuan jelas tentunya misalnya menciptakan lapangan pekerjaan, mendorong ekonomi dalam negeri, menggenjot daya beli masyarakat dll. Namun di lain pihak penggunaan anggaran dengan serampangan membuat Objective/Goal/Purpose dari belanja negara itu sendiri tidak akan pernah pernah tersentuh (apalagi tercapai). Saya ingat petuah dari orang tua saya yang cuma lulusan STM dan SMP waktu melepas anaknya kuliah di Ibukota. Mereka bilang "Nak pergunakan uang bulanan dengan sebaik-baiknya, belilah kebutuhanmu, jangan sampai sakit di ibu kota". Intinya belilah apa yang benar-benar saya butuhkan. Setiap saya menginginkan sesuatu yang melebihi kapasitas saya, saya akan bilang dalam diri kita sendiri, saya tidak butuh barang ini. Sampai saat ini sayang bangga memiliki orang tua mereka.

Ujilah diri kita sendiri hai Indonesia!Sudahkah kita mempunyai tujuan yang jelas dalam berbelanja? Apakah kita sudah membelanjakan dana kita untuk hal yang benar? Masih perlukah kursi sidang 24 Juta Rupiah itu? Masih perlukah mengeluarkan uang miliaran rupiah untuk ruang sidang dan toilet? Dari perspektif Result Oriented, melakukan pemborosan dan korupsi adalah sama, yaitu sama-sama membuang uang sia-sia (tentunya tidak sama dalam hal proses, motif, dll). Yakinlah korupsi dan pemborosan anggaran sama-sama menciptakan ekonomi biaya tinggi yang pada akhirnya membuat negara ini semakin jauh dari kata sejahtera. Penghematan bukan berarti miskin dan tidak indah. Saya tidak bilang tidak boleh ada bangku di ruang sidang, atau tidak perlu ada toilet bersih di gedung pemerintahan. Tentunya kita mengamini sebagai rakyat jelata rasanya kursi 24 Juta Rupiah yang di impor dari Jerman itu adalah pemborosan. Jika saya mengabaikan proses tender, rasanya kursi produksi lokal juga banyak yang lebih nyaman. Bukankah hal tersebut dapat mendorong ekonomi Indonesia? Hal ini juga seharusnya berlaku pada semua lini pemerintahan.

Kita sering salah kaprah saat ada pimpinan yang berujar “Departemen anu tidak becus menyerap anggaran, Kementerian itu pintar sekali menyerap anggaran”. Masalahnya adalah bukan menghabiskan anggarannya, tetapi kemana anggaran tersebut digunakan. Jika hal terpenting adalah kemana anggaran ini digunakan, maka hal terpenting yang harus kita cermati adalah perencanaan, tujuan yang jelas, dan pelaksanaan yang benar. Orientasi kita seharusnya bukan asal habis. Ingat hidup yang berorientasi pada tujuan adalah jauh lebih baik dari pada asal hidup. Jangan sampai krisis ekonomi Eropa dan USA mendekati Indonesia hanya karena hal-hal bodoh. Belum lagi kalau kita bicara korupsi, pasti akan lebih lama lagi saya menyusun curahan hati saya.

Saya memiliki impian Indonesia yang indah yaitu Indonesia yang bersih, semua rakyatnya berpendidikan, pendidikan murah bahkan gratis, dari pemimpin tertinggi sampai RT/RW memiliki integritas dan jujur, Transportasi nyaman dan murah, tidak ada kemacetan karena rakyatnya sangat sederhana, pendapatan per kapita tinggi, Index Corruption-nya melebihi Singapura, pembagian profit sharing yang adil antara kontraktor luar negeri dan pemerintah, tidak ada kerusuhan SARA maupun sebab lain, tidak ada genk-genk yang tidak jelas, dan hal-hal lain yang ideal. Terlalu indah memang mimpi saya, tidak apa bagi saya dari pada sama-sama mimpi namun mimpi buruk?

|Integrity|Smart|Creative|Leadership|Synergi|Purpose Oriented|