Angin perubahan mulai bertiup di perekonomian
dunia. USA dan Uni Eropa sedang meratap. Akibat kasus Subprime Mortgage dan
besarnya pembelanjaan anggaran, USA mulai memanen hasilnya. Ekomoni kolaps
bahkan pagu utang negara naik menjadi $ 14,3 triliun. Hobi berperang
menambah runyam potret anggaran USA, selain tata kelola keuangan yang
menyedihkan (berkaca pada pengelolaan subprime
mortgage). Uni Eropa tidak juga lebih baik dari USA. Diawali oleh kegagalan
Yunani mengelola anggaran negara dengan baik. Bagaimana tidak mengejutkan, di
tahun 2007 indikator ekonomi makro Yunani tumbuh positif karena sektor
pariwisata Yunani (bahkan lebih tinggi dari beberapa negara Eropa lainnya).
Indikator inilah yang membuat para Investor dan Kreditur mengambil keputusan berdasarkan missleading information. Siapa sangka
pada akhir 2009 hutang Yunani menembus 120% dari Produk Domestik Bruto
(meskipun para analis meyakini angka tersebut sebenarnya lebih besar) dan
terancam mengalami gagal bayar. Pertengahan 2010 Yunani mendapatkan suntikan dana
dari IMF senilai €110 miliar dengan beberapa perjanjian yang mengikat untuk
melakukan reformasi. Pada saat itu kemudian terkuak fakta bahwa defisit
anggaran Yunani sudah mencapai 12,7 % dari Produk Domestik Bruto (PDB),
sementara menurut Kopen Hagen Criteria
negara anggota Uni Eropa tidak boleh defisit anggaran melampaui 3% dari PDB. Bahkan
saking parahnya Yunani nyaris tidak bisa menggaji pegawainya.
Goncangan Eropa tidak hanya sampai di Yunani,
Irlandia dan Portugal menyusul pada saat yang hampir bersamaan.Tahun 2011
Spanyol, UK, dan Jerman menyusul memasuki zona kuning. Di belahan dunia lainnya
Cina dan Jepang adalah pemegang devisa terbesar di dunia, bahkan dalam
informasi yang dirilis oleh Department of Treasury atau Department Keuangan AS,
utang Amerika terhadap China sudah mencapai $1.5 Triliun. Semua negara
yang terpukul krisis berjuang melawan defisit anggaran. USA dan Uni Eropa
sedang “lucu-lucunya” melakukan tight
money policy.
Bagaimana dengan Indonesia?Memang kondisi
Indonesia masih lebih baik dari USA dan Eropa. Bukan hanya pertumbuhan ekonomi
yang masih positif, namun juga rasio hutang terhadap PDB masih dibawah 25%.
Semoga hal ini tidak hanya angka di atas kertas dan bukan merupakan missleading information. Bahkan di tahun
2011 Indonesia mendapatkan label investment
grade dari dua lembaga pemeringkat utang yakni Fitch dan Moody's.
Jika kita berbicara tentang Income Statement kita
akan berbicara tentang Revenue dan Expense, Gain dan Loss. Jika kita
membicarakan Anggaran kita akan bicara tentang Pendapatan dan Belanja. Adalah
hal biasa jika sebuah perusahaan komersial memaksimalkan profit yang akan
mereka dapat dengan 2 cara. Pertama adalah menaikan revenue, yg kedua adalah
mengurangi expense. Mudah secara matematis bukan?
Hal ini akan menjadi sulit manakala kita
bicara tentang Anggaran Negara. Sangatlah mudah secara teori untuk mengatur
ingin anggaran seperti apakah kita melihat tujuan yang ingin kita pakai. Benar
bahwa tidak selamanya anggaran defisit itu adalah buruk (hal yang sangat
berbeda dengan perusahaan komersial tentunya). Namun di saat situasi tertentu
dimana kita menghindari anggaran defisit sudah selayaknya kita mengurangi
bahkan atau bahkan mencapai surplus. Masalah utama jika management anggaran adalah Pendapatan dan Belanja, That’s All. Jika
sekarang kita ingin anggaran kita surplus secara matematis kita akan menggenjot
Pendapatan negara dan menekan Belanja negara. Sering kali sebagai masyarakat
yang cukup konsumtif kita lupa bahwa ada komponen yang bisa kita manage selain Pendapatan. Di saat pendapatan
negara ini sudah "mentok", kita seharusnya concern pada management
pengeluaran.
Belanja negara adalah hal yang penting jika
dilakukan tepat sasaran dan bertujuan jelas tentunya misalnya menciptakan
lapangan pekerjaan, mendorong ekonomi dalam negeri, menggenjot daya beli masyarakat
dll. Namun di lain pihak penggunaan anggaran dengan serampangan membuat Objective/Goal/Purpose dari belanja
negara itu sendiri tidak akan pernah pernah tersentuh (apalagi tercapai). Saya
ingat petuah dari orang tua saya yang cuma lulusan STM dan SMP waktu melepas
anaknya kuliah di Ibukota. Mereka bilang "Nak pergunakan uang bulanan
dengan sebaik-baiknya, belilah kebutuhanmu, jangan sampai sakit di ibu
kota". Intinya belilah apa yang benar-benar saya butuhkan. Setiap saya
menginginkan sesuatu yang melebihi kapasitas saya, saya akan bilang dalam diri
kita sendiri, saya tidak butuh barang ini. Sampai saat ini sayang bangga
memiliki orang tua mereka.
Ujilah diri kita sendiri hai Indonesia!Sudahkah
kita mempunyai tujuan yang jelas dalam berbelanja? Apakah kita sudah membelanjakan
dana kita untuk hal yang benar? Masih perlukah kursi sidang 24 Juta Rupiah itu?
Masih perlukah mengeluarkan uang miliaran rupiah untuk ruang sidang dan toilet?
Dari perspektif Result Oriented,
melakukan pemborosan dan korupsi adalah sama, yaitu sama-sama membuang uang
sia-sia (tentunya tidak sama dalam hal proses, motif, dll). Yakinlah korupsi
dan pemborosan anggaran sama-sama menciptakan ekonomi biaya tinggi yang pada
akhirnya membuat negara ini semakin jauh dari kata sejahtera. Penghematan bukan
berarti miskin dan tidak indah. Saya tidak bilang tidak boleh ada bangku di
ruang sidang, atau tidak perlu ada toilet bersih di gedung pemerintahan. Tentunya
kita mengamini sebagai rakyat jelata rasanya kursi 24 Juta Rupiah yang di impor
dari Jerman itu adalah pemborosan. Jika saya mengabaikan proses tender, rasanya
kursi produksi lokal juga banyak yang lebih nyaman. Bukankah hal tersebut dapat
mendorong ekonomi Indonesia? Hal ini juga seharusnya berlaku pada semua lini
pemerintahan.
Kita sering salah kaprah saat ada pimpinan yang
berujar “Departemen anu tidak becus menyerap anggaran, Kementerian itu pintar
sekali menyerap anggaran”. Masalahnya adalah bukan menghabiskan anggarannya,
tetapi kemana anggaran tersebut digunakan. Jika hal terpenting adalah kemana
anggaran ini digunakan, maka hal terpenting yang harus kita cermati adalah
perencanaan, tujuan yang jelas, dan pelaksanaan yang benar. Orientasi kita
seharusnya bukan asal habis. Ingat hidup yang berorientasi pada tujuan adalah
jauh lebih baik dari pada asal hidup. Jangan sampai krisis ekonomi Eropa dan
USA mendekati Indonesia hanya karena hal-hal bodoh. Belum lagi kalau kita
bicara korupsi, pasti akan lebih lama lagi saya menyusun curahan hati saya.
Saya memiliki impian Indonesia yang indah yaitu
Indonesia yang bersih, semua rakyatnya berpendidikan, pendidikan murah bahkan
gratis, dari pemimpin tertinggi sampai RT/RW memiliki integritas dan jujur, Transportasi
nyaman dan murah, tidak ada kemacetan karena rakyatnya sangat sederhana,
pendapatan per kapita tinggi, Index
Corruption-nya melebihi Singapura, pembagian profit sharing yang adil antara kontraktor luar negeri dan
pemerintah, tidak ada kerusuhan SARA maupun sebab lain, tidak ada genk-genk
yang tidak jelas, dan hal-hal lain yang ideal. Terlalu indah memang mimpi saya,
tidak apa bagi saya dari pada sama-sama mimpi namun mimpi buruk?
|Integrity|Smart|Creative|Leadership|Synergi|Purpose
Oriented|
0 comments:
Post a Comment