Wednesday, April 10, 2013

ADS Die Hard (Part2)



Apakah perjuanganku sampai di sana? Tentu tidak saudara, masih ada cerita sequelnya.  Karena perasaan penasaran dan tidak terima, aku memutuskan di tahun 2012 aku harus berjuang lagi untuk mengejar beasiswa. Apa pilihan tahun 2012? Ternyata stay the same, ADS!. Apa yang membuat aku begitu bandel dengan pilihan mengejar ADS? Bisa jadi karena aku malu dengan rekan-rekan sekantor, bisa jadi karena penasaran, bisa jadi karena tidak terima atas penolakan, atau bisa jadi nama tengahku adalah "kepala batu". Entahlah semua perasaan waktu itu sangat bercampur, susah mengidentifikasikannya. Daripada bosan dengan cerita prosesnya bagaimana, aku klik tombol skip aja yah. Hampir mirip prosesnya dengan tahun 2011, tapi tahun 2012 ini seleksi internal diganti menggunakan tes TPA dan Psikotest, Luar Biasa! Yang lebih luar biasa lagi proses seleksi ini bentrok dengan jadwal short course di Sg! Kesel? Banget!
Proses ADS 2012 kali ini aku lebih calm, tidak se-excited tahun sebelumnya. Karena sudah tahu step-stepnya lebih konsentrasi kepada materi aplikasi. Form Aplikasi aku perbaiki, CV dibuat lebih menarik, dan Pilihan studi aku rubah. Form Aplikasi lebih aku tekankan pada future position dan apa yang akan aku kontribusikan di masa depan. Benefit dari ADS aku sebutkan tanpa pada Me-Sentris. CV aku permak dari segi isi, grammar, dan bahkan layout. Akhirnya aku murtad dari pilihan studi akuntansi (yang merupakan background pendidikanku) beralih menjadi Information Systems. Aku menebak bahwa aplikasi yang menjanjikan, profil diri yang bagus, serta pilihan studi yang tidak tepat akan membantu aku untuk lolos.
Puji Tuhan 2012 aku masuk shortlisted candidate. Excited? Biasa saja karena tahun lalu aku juga mengalaminya, emosi mungkin semakin menurun. Bahkan menurutku perasaan over-excited dapat menjadi bumerang. Kandidat lain mungkin orang yang luar biasa di bidang akademis sedangkan aku orang biasa. Kandidat lain mungkin memiliki kemampuan bahasa inggris yang luar biasa, sedangkan kemampuanku biasa saja. Ini bukan perasaan minder ataupun menyerah. Ini adalah perasaan mengukur kemampuan diri sebelum berkompetisi. Jika kandidat lain memiliki nilai akademis yang bagus dan kemampuan bahasa inggris yang baik, apa yang bisa aku jual dalam wawancara? Pikiran inilah yang terngiang dalam kurun waktu November 2012 s.d Januari 2013. Aku ingat quote ex atasanku (Mr. Rendi) "Jika kamu belum bisa menjadi terbaik, jadilah yang berbeda". Bahkan aku secara tidak sengaja membaca quote dari Bill Gates seperti ini "If you can't make it good, at least make it look good.". Kedua quote inilah yang memacu semangatku untuk berusaha mendapatkan beasiswa meskipun kompetitorku lebih berkualitas.
25 Desember 2012 aku mengunjungi my grandpa di Malang Selatan. Satu hal yang menarik adalah aku bertemu dengan sang "Legenda". Sang "Legenda" itu adalah Omku (sepupu dari Papa) bernama Totok. Beliau mungkin seumuran mamaku, cacat sejak kecil karena sakit panas. Om Totok susah untuk berbicara, tidak bisa berjalan (seperti polio), dan tangannyapun tidak bisa memegang dengan sempurna. Kacamata tebal menghiasi wajahnya, hidup sangat sangat sederhana sekali banget (penggunaan kata ini lebih sopan namun tidak mencerminkan keadaan sebenarnya). Apa yang menjadikan beliau legenda? Dengan keterbatasan fisiknya, beliau pernah menggunakan sepeda yang beliau desain sendiri, mengayuh (dengan tangan) dari Malang Selatan Menuju Solo dan Finish di Kudus. kira-kira 1 Bulan adalah waktu tempuhnya. Jangan tanya menginap dimana dan siapa yang membantu, hal tersebut memang jauh dari nalar orang sehat. Semangatnya menginspirasiku untuk berjuang mendapatkan tiket ADS ini. Mungkin beliau orang yang terbatas fisiknya, namun tidak peduli berapa lama sampai ke tempat tujuan, beliau tetap sampai juga. Ini bukan masalah waktu tempuh, tapi tujuan. Bagi beberapa orang superb mungkin akan sekali "gowes" untuk meraih tiket ADS, namun aku bukan mereka, bukan orang superb. No Matter how long does it take, my short term destination is ADS.
Hari besar itupun datang juga, yah hari wawancara. I were there last year, and failed. Tapi karena mungkin karena semua materi sudah aku rangkum dalam presentasi, aku tidak begitu takut. Interviewer ku ada 2 orang (1 Australian Lady dan 1 Indonesian Gent). Mereka adalah akademisi dan biasanya seorang profesor. and Guess it! Salah satu interviewer ku adalah pengamat politik dan peneliti LIPI yang cukup terkenal sering melemparkan kritikan tajam kepada pemerintah, Mr. Ikrar Nusa Bakti. Luar Biasa Hariku! Dalam hati aku mendesah "it will be not easy". Normalnya wawancara adalah interviewer mengendalikan kita dan mereka menggali informasi penting dari kita. Aku sadar kemampuan bahasa inggris aktifku cukup mengenaskan, aku bahkan bisa saja stuck at the moment, dan robohlah panggungku. Telintas dipikiranku aku harus menguasai pewawancara bukan sebaliknya, namun dengan langkah halus tentunya. Karena pemikiran tersebut aku putuskan sebelum wawancara aku menyiapkan presentasi tentang teori studi, keterlibatanku dalam sebuah tim, Masalah yang terjadi dalam institusi (terkait dengan studi dan keterlibatan dalam tim), Solusi, Bagaimana posisiku dalam pemecahan masalah tsb, Pilihan studi dan alasannya, dan jawal kuliah. Aku cukup "berjudi" untuk memutuskan membuat presentasi ini, karena aku tidak tahu apakah hal ini diperbolehkan atau tidak. Setidaknya strategi ini dapat mengarahkan pertanyaan demi pertanyaan sesuai dengan skenarioku.
Hasilnya? Februari 2013 adalah momen dimana aku mendapatkan email yang di awali "Congratulation". Apa tipsnya? Mungkin hal sederhana saja : tampil beda dan tricky. Mungkin hal inilah yang membuat interviwer tertarik kepadaku dan memilih aku. Dan perjuangan 2 tahun itu berbuah manis, setiap kerja keras pasti ada hasilnya. Namun aku sangat sadar ini bukan destinasi terakhir, apalah artinya meraih beasiswa tanpa berhasil lulus dan meraih sertifikat dari universitas?Anda tertarik mengejar beasiswa? Just do it! Klik disini

0 comments:

Post a Comment